Alasan utama mengapa kamera DSLR tidak bisa live-view (kala itu) adalah rumitnya sistem internal didalam kamera. Kamera DSLR memakai cermin (mirror)  yang menghalangi masuknya gambar ke sensor SEBELUM foto diambil. Jadi  yang bertugas mengukur cahaya (metering) maupun mengatur fokus adalah  modul-modul khusus yang berada di bawah cermin, sedang kita melihat  gambar melalui prisma yang ada di atas cermin (lihat ilustrasi di atas –  yang berwarna kuning adalah si cermin). Saat tombol rana ditekan,  cermin terangkat sesaat sehingga sensor menerima gambar dan merekamnya,  sementara modul dan prisma gantian mengalami blackout (akibat terhalang cermin). Jadi live-view kala itu memang terkesan mustahil karena sensor terhalang oleh cermin.
Konsep live-view sederhana (dan  konvensional) lantas diperkenalkan oleh produsen kamera DSLR seperti  Canon dan Nikon dengan teknik mengangkat cermin SEBELUM foto diambil.  Artinya gambar dari lensa langsung menuju sensor tanpa dihalangi oleh  cermin sehingga bisa langsung ditampilkan di layar LCD. Namun  konsekuensi dari teknik ini adalah tertutupnya modul metering dan modul  AF saat live-view. Padahal kehebatan dari kamera DSLR ada di  auto fokusnya yang cepat (berbasis deteksi fasa) dan bila modul AF  tertutup artinya saat live-view kita kehilangan kemampuan AF yang cepat. Sebagai gantinya, auto fokus saat live-view  memakai sistem deteksi kontras yang lambat, tak ubahnya seperti sistem  AF pada kamera non DSLR, bahkan sama seperti kamera ponsel.
Terobosan  berbeda diusung oleh Olympus (E-330) dan Sony (A300/350 dan A500/550)  yang menawarkan sistem dual sensor. Sensor pertama adalah sensor utama  untuk merekam gambar, sedang sensor kedua adalah sensor khusus live-view (lihat ilustrasi di atas). Tujuannya adalah supaya auto fokus berbasis deteksi fasa tetap bisa dipakai saat live-view. Untuk mengaktifkan live-view, tersedia tuas geser yang merubah posisi cermin sedemikian rupa sehingga arah gambar dari lensa mengenai sensor live-view. Pemakai dapat beralih dari mode live-view ke mode biasa (memotret melalui viewfinder) dan sebaliknya dengan mudah, cukup menggeser tuas tadi.
Kekurangan sistem seperti ini adalah sensor live-view sebagai sensor tambahan hanya menampilkan sekitar 90 %coverage, memang amat kurang bahkan masih kurang dari coverage viewfinder optiknya. Karena  ukuran dan kualitas sensor tambahan ini tidak sebaik sensor utamanya,  maka beberapa hal penting tidak dapat dilakukan saat live-view, seperti asistensi gambar yang diperbesar untuk manual fokus, tanpa overlay grafik (histogram atau grid), dan bahkan tidak dapat melakukan preview kerja stabilizernya yang terpasang di sensor utama. Belum lagi biaya produksi meningkat karena memakai dua sensor sekaligus.
Harapan kedepan semakin cerah saat Sony lagi-lagi dikabarkan akan membuat terobosan live-view yang revolusioner dengan rencana menghadirkan DSLR pellix yang konon akan dinamai Alpha A55 dan A33. Apa itu DSLR pellix (pellicle mirror)? Istilah ini tak lain menyatakan penggunaan cermin (mirror) yang semi-transparan (translucent)  sehingga pada saat yang sama, gambar yang diteruskan dari lensa bisa  langsung mengenai sensor dan sekaligus bisa dipantulkan ke modul  metering dan modul AF. Satu-satunya yang hilang dari DSLR pellix adalah  prisma, sehingga jendela bidik untuk kamera jenis ini memakai viewfinder elektronik layaknya kamera EVIL (Electronic Viewfinder Interchangeable Lenses) atau kamera mirrorless.  Cermin semi-transparan sebenarnya bukanlah hal yang baru mengingat  cermin semacam ini digunakan juga di dunia intelijen (mata-mata) seperti  pada film-film Hollywood.
Keuntungan live-view dengan cermin yang transparan adalah kamera DSLR bisa melakukan live-view  (menampilkan gambar yang akan difoto atau direkam video melalui layar  LCD) sementara kamera tetap mengandalkan sistem auto fokus deteksi fasa  melalui modul AF. Hal ini sangat praktis, tanpa perlu memakai dua  sensor, namun tetap bisa menghindarkan pemakaian auto fokus berbasis  deteksi kontras saat live-view yang lambat seperti semua prinsip kerja live-view konvensional. Bahkan auto fokus saat merekam video juga tetap bisa dibuat cepat dan belum pernah terbayangkan sebelumnya.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar